Apa Itu Cinta? Filosofi Cinta Menurut Plato!

 

Cinta adalah sebuah perasaan positif yang dimiliki oleh semua makhluk hidup terhadap suatu objek. Objek tersebut bisa berupa benda mati ataupun makhluk hidup lainnya. Kita sebagai manusia diberkahi pikiran dan emosi oleh yang Maha Kuasa sehingga membedakannya dengan makhluk hidup lain. Makna cinta sendiri, setiap orang memiliki pandangan yang berbeda, tergantung bagaimana ia merasakan cinta itu.

Filsafat merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan yang kita ketahui hingga saat ini. Karena adanya filsafat, muncul cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya, seperti Matematika, Fisika, Ilmu Astronomi hingga Ilmu Kesehatan dan lain-lain. Filsafat pada dasarnya adalah ilmu yang selalu mempertanyakan sesuatu, tidak pernah puas dengan satu jawaban dan akan selalu mencari jawaban-jawaban lain dari sebuah pertanyaan. Pemikiran kritis juga berawal dari kegiatan berfilsafat. Dalam praktiknya, para filsuf zaman dahulu selalu mempertanyakan sebuah keanehan atau fenomena-fenomena yang ada di sekelilingnya, seperti contoh adanya sebuah sinar yang selalu terang tapi ketika waktu tertentu sinar tersebut menghilang sehingga muncul anggapan kalau itu adalah Dewa, lalu seiring berkembangnya zaman barulah mereka mengetahui kalau itu adalah matahari dan bulan. Rangkaian-rangkaian kejadian tersebut merupakan awal dari munculnya ilmu Astronomi atau ilmu yang mempelajari tentang luar angkasa.

Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa dulu saat filsuf-filsuf terkenal hidup, mereka juga memikirkan tentang konsep cinta. Salah satu filsuf yang memberikan pemikirannya tentang cinta adalah Plato.

Siapakah Plato?


Plato adalah salah satu filsuf yang berada pada zaman keemasan Yunani Kuno yang merupakan murid dari Sokrates. Plato lahir pada tahun 427 – 347 SM di Athena dan meninggal di usia 80 tahun. Plato selalu menganggap Socrates sebagai pujaannya bahkan sampai akhir hayatnya. Plato juga selalu berdiskusi, bertanya dan berguru kepada Sokrates yang membuat ia sangat menghormatinya.

Pada suatu masa Plato mempunyai pertanyaan mengenai cinta, lantas ia langsung tanyakan hal yang mengganggu pikirannya tersebut kepada gurunya, yakni Socrates. Saat Socrates mendengar pertanyaan yang diajukan muridnya, ia langsung memberikan perintah kepada plato agar ia mencari setangkai gandum yang paling bagus dan baik, tetapi ia hanya boleh membawa satu tangkai dan tidak boleh kembali setelah ia lewati. Plato pun mengerti dengan perintah gurunya tersebut dan menjalankannya, tetapi saat ia kembali, ia tidak membawa satu tangkai pun.

Socrates bingung dan bertanya kepada Plato, kenapa ia tidak membawa satu tangkai pun. Plato pun menjawab bahwa dia sudah menemukan satu gandum yang bagus dan baik tapi ia lepaskan karena ia pikir di depan sana masih ada yang lebih bagus dan lebih baik, tetapi selama ia berjalan ia tidak menemukan satupun yang lebih baik dari sebelumnya. Pada akhirnya Plato tidak membawa satu tangkai pun.

Itulah cinta, kata Socrates.

Makna cinta yang Socrates ajarkan kepada Plato adalah selama engkau belum puas menemukannya, maka engkau akan terus menerus mencari, kamu melihat dan kamu membandingkannya dengan yang lain, sehingga kamu akan melewati sesuatu yang memang untukmu dan hanya membawa kehampaan.

Filosofi Cinta menurut Plato


Bagi Plato, manusia adalah jiwa-jiwa yang terperangkap dalam sebuah tubuh dan berkelana untuk kembali ke Dunia Idea. Jiwa manusia juga selalu berhubung dengan Dunia Idea sehingga jiwa manusia tidak pernah berhenti mencari Sang Idea karena memang itulah tempat asal mereka. Kekuatan yang menjadi bahan utama dalam menggerakan jiwa-jiwa manusia tersebut adalah Cinta. 

Plato pernah menuliskan pemikirannya mengenai Cinta dalam bukunya “Symposium” yang membuat ia membagi cinta menjadi 3 jenis: pertama ada Cinta Eros yang bermakna cinta yang paling mendasar berkaitan dengan fisik, keinginan untuk memiliki serta kepuasan di dalamnya yang berhubungan dengan jasmani atau fisik. Tujuan tertinggi dari cinta ini adalah sex. Kedua, ada Cinta Philia Atau Cinta Persahabatan. Cinta ini lebih memandang seseorang sebagai suatu pribadi yang memiliki sifat atau keunikan, bukan tertarik dari kondisi fisiknya saja melainkan juga sesuatu yang tidak terlihat seperti sifat dan wataknya. Cinta ini tidak dibatasi oleh jenis kelamin, oleh karena itu semua orang bisa merasakannya.

Pembagian cinta yang terakhir dan sekaligus tertinggi adalah Cinta Agape. Cinta macam ini sudah tidak memperhatikan jasmani atau fisik dan juga tidak bergantung pada bakat atau keunikan suatu orang, tetapi sudah mencintai keseluruhan orang tersebut. Cinta Agape adalah cinta yang mampu menderita dan berkorban, karena seseorang sudah tidak akan membayangkan dirinya sebagai individu pribadi melainkan akan melibatkan pasangannya. 


Plato juga beranggapan jika Cinta adalah sebuah kegilaan (Divine Madness) dan orang yang sedang jatuh cinta adalah orang gila. Gila menurut Plato adalah gila ilahiah yang bermakna seseorang menjadi “gila” dalam perilaku kesehariannya yang biasa normal. Menurut Plato seseorang yang sedang jatuh cinta adalah sebuah contoh kegilaan ilahiah, karena orang yang sedang jatuh cinta biasanya  akan melakukan hal apapun demi pasangan yang ia cintai, bahkan tidak sedikit ada yang memilih bunuh diri karena ditinggalkan oleh pasangannya.

Plato juga menuliskan Cinta bisa membuat seseorang menjadi lebih baik dalam hidupnya, tetapi juga bisa membuat orang menjadi lebih buruk dan mempunyai dampak negatif bagi orang lain.

Itulah filosofi cinta menurut Plato. Nah, sekarang apakah kamu lebih mengetahui perasaan cinta? Perasaan cinta mana yang kamu miliki? Eros, Philia, atau Agape? Semoga informasi ini bermanfaat dan sampai jumpa di artikel lainnya.

Komentar

Postingan Populer